Baru saja kemarin, melihat seorang kakek, menarik gerobak
yang berisi 5 buah meja belajar dalam bentuk kasar. Ya ampun, terlihat sangat
payah, sangat lelah. Beliau bersusah payah menariknya, akupun tidak tau mau
dibawa kemana, mau dikirimkan kah? Atau memang beliau sedang berjualan? Aku tidak
tahu dan tak sempat bertanya, nanti malah menambah beban. Saat itu aku
berpikir, berapa yya yang beliau dapatkan? Kalaupun itu diperdagangkan dengan
menarik gerobak, berapa yang akan laku? Berapa harganya? Hal inipun sering
terjadi saat aku melihat pedagang asongan berjualan, para ibu-ibu, bapak-bapak,
bahkan anak kecil. Terkadang, aku malu melihat diriku sendiri. Ya, walaupun
sekarang mengajar agak sepi, huhuhu, namun menurut aku, apa yang aku dapatkan
lebih baik. Bagaimana tidak, dengan waktu, paling lama 1,5 jam ngajar,
perjalanan bolak balik paling lama 2 jam, sudah bsa dapet 70rb, tanpa susah
payah teriak-teriak, tanpa berpanas-panasan, hanya duduk manis diangkot atau
mengendarai motor. Tapi, kenapa aku masi mengeluh? Tidakkah aku malu pada
mereka?
Apakah kalian mengalami hal yang sama? Atau malah kalian
tinggal meminta pada orang tua? Wah, enaknyaaa, jadii irii, hehehe. Benar sekali,
aku tidak bisa mengandalkan orang lain seperti kalian, tinggal meminta, bisa dikasih,
kalian bisa konsen belajar. Nah, kalo melihat seperti itu, aku pasti iri. Aku harus
bekerja (ngajar red.) untuk membiayai hidup, makan, kuliah dll. Begitulah yang
harus aku lakukan, supaya tetap bisa bertahan, lebaayyy. Kadang, aku mengeluh, kenapa
aku tidak seperti kalian, kenapa aku seperti ini? Memang, kalo aku hanya
memandang dari sudut ini, aku bisa stress sendirii. Tetapi, aku menyadari
sesuatu, bahwa aku bukanlah orang yang paling merana di dunia. Bayangkan saja
berapa orang yang hidup dijalanan? Bayangkan saja mereka yang tidak mampu
kuliah, jangankan kuliah, sd atau sekolah lainnyapun tidak mampu. Benar juga
yya, kalo masalah dunia, jangan melihat keatas, liahtlah kebawah, kau akan
semakin bersyukur. Lihat ‘mereka’ , kau akaan mendapatkan pelajaran yang
berharga, yang mungkin tidak diajarkan disekolah manapun, yang mungkin tidak
diajarkan oleh dosen, guru, atau pengajar lainnya, tapi diajarkan oleh
lingkungan, diajarkan oleh hati kalian.
Sering aku berpikir, apakah orang-orang yang korupsi melihat
para pedagang asongan, anak-anak jalanan, kakek yang aku ceritakan, apakah
mereka akan berpikiran sama dengan aku? Atau kalian juga akan berpikiran sama
denganku? Ataukah para pejabat akan memikirkan hal yang sama?
Ahh, kelihatannya memang subjektif yya, namun, aku
yakin, jika kita masih memiliki hati nurani, masih memiliki rasa “malu”, kita
akaan semakin bersyukur dengan apa yang kita punya, kita akan terus berusaha
semaksimal yang kita bisa, kita tak akan menyalahkan hidup, karena Allah Maha
Adil. Kadang merasa sdih, kecil hati, wajarr, namun jangan berlarut-larut. Coba
lihatlah “mereka” dengan seksama, janganlah menutup mata, tatap mata “mereka”,
rasakan apa yang “mereka” rasakan dan renungkan dalam-dalam, bahwa kau
beruntung masih bisa disini, beruntung masih bisa melihat “mereka”, beruntung
masih bisa merasakaan apa yang “mereka” rasakan karena tidak semua orang bisa
melakukannya, termasuk aku sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar