Pertanyaannya, apakah kita mau berubah? Atau kita ganti pertanyaannya, apakah kita siap berubah? Atau bahkan kita ganti lagi pertanyaannya menjadi, apakah kita siap dengan perubahan?
Ketika kita sudah mau berubah, berubah menjadi lebih baik, menjadi lebih manusiawi, kita harus siap dengan konsekuensi dengan perubahan yang kita inginkan. Kita harus menyesuaikan diri dengan semua perubahan, karena kita tidak bisa membuat perubahan menyesuaikan dengan diri kita. Atau mungkin ada orang yang sanggup membuat perubahan menyesuaikan dengan keadaannya?
Ketika kita mau berubah, siap untuk berubah, namun perubahan yang kita inginkan tidak sesuai yang diharapkan atau bahkan bertolak belakang dengan semua yang kita inginkan, sanggupkah kita bertahan? Mampukah kita menerima semua perubahan tersebut kemudian membalikkannya menjadi perubahan yang bermanfaat bagi kita? Diperlukan sebuah pribadi yang tangguh, pribadi yang siap dengan segala konsekuensi yang akan diterimanya dengan apa yang dia lakukan. Diperlukan pribadi yang matang, yang mampu mengubah kesedihan menjadi senyum bahagia, yang mampu menjadikan kekesalan menjadi kelapangan yang luas, yang mampu membuat keterbatasan menajadi anugrah yang takterbatas.
Sulit memang, ketika kita diminta membuat kesedihan menjadi senyum bahagia, ketika terpukul menjadikan sebuah tenaga untuk menjadi lebih kuat, ketika kita terjatuh menjadikan kita mampu berdiri lebih kuat, mengetahui yang membuat kita jatuh dan memperbaikinya. Ketika kita terpuruk, kita mampu membuatnya menjadi energi yang tak terbatas untuk bangkit mengejar harapan yang telah jauh beranjak dari tempat kita. Ketika kita memiliki banyak keterbatasan, kita mampu membuatnya menjadi sebuah anugrah yang tak terbatas, menjadi energi yang mampu melambungkan kita diatas manusia yang merasa dirinya tidak punya keterbatasan.
Teori memang tak semudah dengan praktek. Teori memang tak semudah dengan realita. Semua pasti ada errornya, tugas kita sendiri untuk memperkecil error itu menjadi sekecil mungkin hingga mendekati 0. Namun, semua juga punya tantangan yang t jarang membuta kita tak mampu bangkit, tak mampu untuk berdiri, bahkan tak mampu untuk berpikir apa yang akan dilakukan. Disinilah peran orang sekitar kita, orang yang sayang dengan kita dan juga orang kita sayang. Perkataan siapa lagi yang akan kita dengar selain perkataan orang yang kita sayang? Perkataan siapa lagi yang akan mampu membuat kita semangat lagi, membuat kita memiliki kekuatan kembali, membuta kita memiliki energi yang lebih dari cukup untuk bangkit kembali meraih apa yang menjadai tujuan kita, merubah diri kita menjadi lebih baik.
Tapi, jangan juga kau lupa dengan Sang Pencipta, yang menciptakan semua yang ada di dunia ini, termasuk perubahan itu sendiri, kesedihan itu, kehancuran itu, kebahagiaan itu, kesenangan itu. Mengadulah pada Dia, mengadulah pada-Nya. Kau akan temuka secercah harapan, menemukan oase di padang pasir, menemukan tempat berteduh dalam teriknya perjalaan hidup ini.
Tetaplah berjuang hingga kau tak sanggup mengartikan arti kata perjuangan itu sendiri. Tetaplah tegar, hingga kau tak sanggup untuk berjalan sendiri, tertunduk lemas dalam hidupmu. Tetaplah berharap, hingga harapan itu sendiri yang kan meninggalkanmu, hingga harapan itu sendiri yang telah jenuh denganmu. Dan tetaplah engkau percaya, bahwa perubahan apapun yang terjadi, kau seharusnya mampu mengatasinya, bahkan pastinya kau bis amengatasinya.